Postingan

Meski cuma sebentar

Aku nggak tahu, apakah kamu sadar bahwa satu demi satu momen kecil kita, ternyata tumbuh jadi sesuatu yang diam-diam hangat di dadaku. Kadang hidup mempertemukan dua orang bukan untuk berjalan bersama selamanya, tapi untuk saling belajar, saling menguatkan, meski cuma sebentar. Aku pernah menatapmu dengan mata penuh binar, saat kamu belum sadar. Aku pernah menyebut namamu diam-diam dengan malu-malu. Aku pernah menganggap senyummu sebagai bonus hari baikku. Tapi aku juga sadar, tidak semua rasa harus dimiliki, dan tidak semua harapan harus diperjuangkan. Aku belajar bahwa mencintai bukan soal memiliki, tapi tentang merestui langkah seseorang meski langkah itu menjauh dariku. Mungkin nanti, saat kamu sudah sangat jauh—entah dalam jarak, waktu, atau kisah hidupmu—aku akan tersenyum sendirian, mengingat pernah ada seorang yang membuatku percaya bahwa debar kecil bisa muncul dari hal sederhana: tatapan mata, tumpukan tepung, atau foto terakhir sebelum perpisahan. Aku gak tahu apakah kamu ta...

next stop station.

sekarang lagi di perjalanan, aku duduk di jendela kereta, menatap lanskap yang berlalu—sawah hijau, langit kelabu, dan mimpi yang semakin dekat. aku dalam perjalanan menuju tempat baru, mengejar mimpiku, langkah berikutnya dalam hidupku yang penuh ambisi.  tapi bjir, kereta ini panjang jalannya, dan aku gabut. earphone di telinga, music lembut lana del rey dari playlist lama mengalun—entah kenapa, itu mengingatkanku pada seseorang. jadi, di antara deru rel dan mimpi yang belum kulihat, aku buka laptop dan menulis. ini cuma cerita tentang cowok yang pernah singgah di hati dan tentang aku—cewe gila yang belajar bahwa menang bukan cuma soal mendapatkan, tapi memahami diri sendiri. so, let me spill my heart, one word at a time. "sometimes, you chase a heart not because you want to keep it, but because you want to prove you can."  anjir, hidupku akhir-akhir ini kaya novel yang penulisnya lupa kasih akhir bahagia. aku dengan gengsi setinggi langit, pernah jatuh ke lubang overthinki...

Chasing my dream

Eyyo wazzapp (bjir sok asik)! FYI kalau kalian baca ini, artinya aku lagi duduk di gedung FKM UI, nunggu jadwal tes SIMAK UI buat S2 Magister Psikologi . Yes, I’m just hours away from chasing my dream to be a UI master’s student! Merinding, excited, deg-degan—semua campur aduk. Jujur, gak nyangka banget bisa sampai di titik ini. So, let me take you through my rollercoaster journey dari bingung pilih kampus sampe akhirnya berani bilang, “I’m ready for this!” The Dilemma: UI or UGM? Awal mula, aku bener-bener stuck milih antara UI dan UGM buat S2 Psikologi. UI was my dream campus sejak SMA—reputasinya, living allowance LPDP yang lebih gede, dan sistem LoA dulu baru matrikulasi bikin aku ngiler. Tapi, SIMAK UI tuh gak gampang, dan biaya daftar 1,3 juta bikin aku mikir, “Sayang duit kalau gak lolos.” Di sisi lain, UGM keliatan lebih chill—aku udah familiar sama Jogja, dan suasananya kayaknya lebih santai. Tapi, prapasca UGM mahal (10 juta!), plus biaya hidup 6 bulan gak dicover LPDP. It wa...

anak perempuan

dulu bapak pernah bilang "selama bapak besarin empat anak-anak perempuan bapak ini, bapak udah abisin dua truk obat sakit kepala" tentu saja kalimat itu bukanlah makna yang sebenarnya. ya. bapak saya memang agak sedikit hiperbola haha. dulu respon saya mendengar kalimat bapak kayak "mang eak?" ngga, ding. gak gitu. gak tau juga dulu saya merespon seperti apa. nampaknya otakku tak menyimpan ingatan itu. pak, pasti berat ya mengurus empat anak perempuan sendirian? sejak tulisan ini dibuat bapak udah hebat banget membesarkan kami dengan sepenuh hati seperti anak sendiri (ya memang anak sendiri sih, emang malika?). semoga kedepannya kami bisa membanggakan bapak ya, bisa jadi anak-anak yang solehah, aamiin. sekarang kerjaan saya berhubungan dengan anak-anak perempuan juga loh pak. gak cuma empat, ada empat puluh lima. usianya setara sih, di usia remaja semua (15-18 th). banyak sekali suka dan dukanya pak. kalo urusan tangis, gak usah ditanya karena udah langganan. bahkan...

blessed

lid, lu nulis ini saat lu lagi di kamar rumah dinas lewat tengah malam di mana seharusnya lu udah tidur tapi lu malah nulis ini sambil dengerin syair mughrom.  gue sering banget gak paham sama apa jalan yang lagi gue jalani sekarang. gue sering banget bertanya-tanya (iya! aku bertanyea²)  "kenapa harus gue?"  "kenapa jalan ini?" "kenapa sekarang?" dan kenapa-kenapa yang lainnya. tapi tuh seiring berjalannya waktu, akhirnya gue tau (mungkin lebih ke husnudzon sih) Allah sudah membuat hidup gue penuh petualangan dan pelajaran menarik. pokoknya walaupun awalnya sedih, marah, belum bisa berdamai dengan diri sendiri dan keadaan. seiring berjalannya waktu akhirnya pertanyaan 'kenapa?' itu terjawab juga.  jadi, apa ya? haha intinya gue forever grateful deh sama Tuhan, Allah SWT. karena beliau sudah bikin hidup gue penuh rasa kek nano nano. sudah bersedia mengijinkan gue tinggal di bumi-Nya, banyak mengarahkan hidup gue, meskipun kadang gue badung gak tau ...

ibu

 doamu melebihi luas langit dan bumi dan di situlah aku berteduh, bu. terima kasih {}

Past Reflection

I was born in a simple family and my family has different way to educated me, they decided to educated me seriously. It was started when I was in elementary school. I still remember how my mother chasing me when I tried to run because I was being lazy to read the holy Qur'an; how my father carried me to the mosque and langgar (the small place use to study Qur'an); and how my sister teach me to read. Since highschool I was far away from my family. That make me had to manage my activities well. actually when I was in that time, i struggled with them and also had to be patient in all conditions and situation that I had. When I had to enjoy with those conditions, my family especially my parents always support me by making prayers to me and convincing me that i would be able to do this completely.